A.
Latar
Belakang Masalah
Permasalahan yang sering dihadapi oleh Negara-negara
Berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi tanpa diikuti lapangan kerja
yang memadai, kondisi tersebut mendorong adanya usaha-usaha yang bersifat
informal.
Contoh Negara berkembang yang banyak memiliki sector
informal adalah Indonesia, khususnya di Kota-kota besar, tetapi kondisi sektor
informal di papua juga perlu dibahas, dengan melihat betapa fleksibelnya sektor
informal di kota Jayapura.
Tenaga kerja yang sedikit dan masih banyaknya
masyarakat yang memiliki pendidikan rendah serta sumber daya alam yang melimpah
ruah dari papua menjadi daya tarik untuk berada di sektor informal. Tetapi
banyaknya sector inormal di suatu kota akan menyebabkan keindahan kota semakin
berkurang.
B.
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana isi dari jurnal Kondisi
Sektor Informal Perkotaan Dalam Perekonomian Jayapura-Papua?
2.
Bagaimana analisis dari
jurnal Kondisi Sektor Informal Perkotaan Dalam Perekonomian Jayapura-Papua?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui isi atau
ikhtisar dari jurnal Kondisi Sektor Informal Perkotaan Dalam Perekonomian
Jayapura-Papua
2.
Menganalisis jurnal Kondisi
Sektor Informal Perkotaan Dalam Perekonomian Jayapura-Papua
BAB II ANALISIS
ARTIKEL JURNAL TENTANG EKONOMI INFORMAL
A. Artikel 1 : Kondisi Sektor Informal Perkotaan Dalam
Perekonomian Jayapura-Papua
1.
Ikhtisar Artikel 1
Kehadiran sektor informal perkotaan dianggap sebagai salah
satu sektor ekonomi yang muncul sebagai akibat dari situasi pertumbuhan tenaga
kerja yang tinggi di kota. Mereka yang memasuki usaha berskala kecil ini, pada
mulanya bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan.
Kebanyakan dari mereka yang terlibat adalah orang-orang migran dari golongan
miskin,berpendidikan rendah dan kurang terampil. Latar belakang mereka bukanlah
pengusaha dan juga bukan kapitalis yang mengadakan investasi dengan modal yang
besar. Namun harus diakui bahwa banyak di antara mereka telah berhasil
mengembangkan usahanya dan secara perlahan-lahan memasuki dunia usaha berskala
menengah bahkan berskala besar. Ada tiga fenomena penting yang perlu disikapi
sedang terjadi dalam ketenagakerjaan pada berbagai kota di negara yang sedang
berkembang, khususnya Jayapura, yaitu:
(1) Kecenderungan semakin meningkatnya peranan usaha
sektor informal dalam ketenagakerjaan dan mampu memberikan pendapatan bagi
pelakunya; (2) Kecenderungan fleksibelnya sektor informal dalam menerima tenaga
kerja dari berbagai latar belakang yang berbeda (jenis kelamin, umur,
pendidikan, keterampilan/ keahlian dan modal); dan (3) Adanya peluang sektor
informal perkotaan untuk berkembang/produktif sama seperti sektor formal.
Banyak
ahli seperti B.J. Habibie yang mendukung keberadaan sektor informal perkotaan
dalam suatu tatanan perekonomian suatu wilayah karena sektor ini telah terbukti
lebih tahan terhadap resesi ekonomi dibandingkan dengan usaha-usaha yang
berskala besar. Salatta (2007:46), dan Haris (2004:73), juga bersepakat bahwa
sektor informal telah menyelamatkan ketenagakerjaan di kota-kota besar di
Indonesia dengan menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan tambahan
pendapatan bagi pelakunya.
Namun ada beberapa ahli menentang keberadaan sektor
informal, dengan argumentasi bahwa sektor ini merupakan lambang tidak sehatnya
perekonomian suatu daerah, serta menghambat pengembangan, penataan serta
ketertiban wilayah perkotaan (Manning,1996). Kemudian Sadoko (2000) menyatakan
bahwa suatu saat ekonomi informal di perkotaan akan menghilang secara
perlahan-lahan, karena sektor informal hanya bersifat sementara. Mereka
merupakan fungsi dari suatu sistem perekonomian yang tradisionil dalam suatu
wilayah, dan selalu berada pada fase masyarakat agraris ke masyarakat industri.
Pada saat target industrialisasi tercapai, maka tenaga kerja akan terserap
dengan sendirinya oleh sektor-sektor formal, sehingga daya beli masyarakat
meningkat, dan pada akhirnya masyarakat tidak butuh lagi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sektor-sektor informal.
Ada tiga faktor apa yang mempengaruhi fleksibelnya sektor
informal tersebut (Syamsu, 2005) yaitu; lokasi, permintaan dan sumberdaya
manusia. Sedangkan Lamba (2010:236) menemukan bahwa sumber daya manusia adalah
faktor yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap fleksibilitas sektor
informal di kota Jayapura. Diikuti oleh permintaan sebagai faktor kedua.
Sedangkan lokasi tidak berpengaruh terhadap fleksibilitas sektor informal. Tingginya
pengaruh faktor sumber daya manusia ini, disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain: (a) Tingkat pendidikan pelaku sektor informal yang ada di kota Jayapura
masih relatif rendah, yaitu cenderung terkonsentrasi pada tingkat pendidikan
SMA sederajat ke bawah. Dalam kondisi seperti ini maka tingkat kepekaan
pendidikan, keterampilan dan pengalaman terhadap lapangan kerja sektor informal
akan sangat tinggi, sehingga begitu ada masyarakat pencari kerja yang mempunyai
tingkat pendidikan, keterampilan dan pengalaman sedikit lebih tinggi dan ingin
menjadi pelaku atau pekerja dalam sektor informal, maka akan sangat mudah
(sangat fleksibel); (b) Jumlah sumber daya manusia yang terlibat sebagai pelaku
dan pekerja pada sektor informal di kota Jayapura, disamping persentasenya belum
sebesar di kota-kota besar, juga masih terkosentrasi pada penggunaan 1 (satu)
tenaga kerja, bahkan ada yang belum menggunakan tenaga orang lain. Sehingga
sektor ini disamping masih sangat banyak peluang untuk membuka usaha di sektor
ini, juga masih sangat fleksibel dalam menerima tenaga kerja.
2.
Analisis
Artikel 1
Menurut Hart sektor informal
adalah angkatan kerja perkotaan (urban labour force), yang berada di
luar pasaran tenaga kerja yang terorganisir dan teratur.
Sedangkan menurut Rahmatia (2004)
sektor informal perkotaan muncul disamping sebagai ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja juga sebagai
pertanda kegagalan pemerintah dalam penataan sistim ketenagakerjaan,
peningkatan pendidikan serta lemahnya pemerintah dalam perencanaan pengembangan
wilayah yang menciptakan lapangan kerja. Berbeda
dengan beberapa pendapat di atas, Alisjahbana (2006) melihat sektor informal sebagai akibat dari
daya dorong pedesaan dan daya tarik perkotaan. Sehingga penulis
menyimpulkan bahwa sektor informal muncul sebagai ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja, yang
mengakibatkan adanya tenaga kerja yang tidak terorganisir untuk menciptakan
lapangan kerjanya sendiri, dan sebagai akibat dari daya dorong pedesaan dan
daya tarik perkotaan
Aktifitas-aktifitas
informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan: Mudah
untuk dimasuki; Usaha milik sendiri; Operasinya dalam skala kecil; Padat karya
dan teknologinya bersifat sederhana, Keterampilan dapat diperoleh diluar sistem
sekolah formal; dan Tidak terkena secara langsung oleh peraturan pemerintah dan
pasarnya bersifat kompetitif.
Sektor
informal di Indonesia sangat banyak, sehingga tidak terkontrol. Banyaknya sector-sektor
informal mengakibatkan banyaknya pula lapangan kerja dan pengangguran semakin
sedikit. Sector informal menurut penulis sangat baik untuk meningkatkan
pendapatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi kebanyakan sector informal
di Indonesia mengakibatkan kesembrautan di kota, seperti pedagang kaki lima,
kios-kios yang tidak resmi yang berada di pinggir jalan sampai memasuki
trotoar, begitu juga lahan parkir yang menggunakan badan jalan., pengamen,
penyemir sepatu, dan lain-lain.
Hal
di atas merupakan gambaran mengenai sector informal di Indonesia, lebih khusus
lagi penulis membahas bagaimana sektor informal di Perkotaan dalam Perekonomian
Jayapura-Papua. Papua merupakan salah satu incaran bagi para pencari pekerjaan
di seluruh Indonesia, baik yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang baik
maupun tidak, bagi yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai,
mereka akan langsng diterima di sector formal, sperti pegawai negeri. Tetapi
bagi yang tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan mereka akan mencari
usaha-usaha yang bersifat informal. Namun
harus diakui bahwa banyak di antara mereka telah berhasil mengembangkan
usahanya dan secara perlahan-lahan memasuki dunia usaha berskala menengah
bahkan berskala besar. Salah satu fenomena penting yang perlu disikapi sedang terjadi dalam ketenagakerjaan pada berbagai kota di
negara yang sedang berkembang, khususnya Jayapura, adalah Kecenderungan fleksibelnya sektor informal dalam menerima
tenaga kerja dari berbagai latar belakang yang berbeda (jenis kelamin, umur,
pendidikan, keterampilan/ keahlian dan modal).
Menurut Lamba
(2010:236) menemukan bahwa sumber daya manusia adalah faktor yang mempunyai
pengaruh paling besar terhadap fleksibilitas sektor informal di kota Jayapura.
Diikuti oleh permintaan sebagai faktor kedua.
Mengapa sumber daya manusia menjadi
factor yang berpengaruh besar terhadap fleksibilitas sector informal? Hal
tersebut dikarenakan pendidikan di Jayapura rata-rata masih rendah, hanya
sebatas tamatan SMA, dan bahkan banyak yang tidak sekolah atau tidak mencapai
tingkat SMA, sehingga begitu ada masyarakat pencari
kerja yang mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan dan pengalaman sedikit
lebih tinggi dan ingin menjadi pelaku atau pekerja dalam sektor informal, maka
akan sangat mudah (sangat fleksibel). Jumlah penduduk di Jayapura juga masih
tergolong sedikit bila dibandingkan dengan pulaunya yang begitu luas. Sumber daya alam Papua juga melimpah ruah,
sehingga memudahkan penduduk untuk melakukan usaha yang bersifat informal. Misalnya
saja nelayan, petani, dan sebagainya. Hal ini menjadi daya tarik bagi para
pendatang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengolah sumber
daya alam Papua secara illegal, misalnya dengan melakukan penebangan pohon
secara liar. Permintaan adalah faktor yang mempunyai pengaruh terbesar kedua
terhadap fleksibilitas sektor informal di kota Jayapura (Lamba, 2010). Besarnya
pengaruh faktor permintaan ini, Kondisi penyebaran penduduk kota Jayapura yang
tidak merata yang mengakibatkan penduduk cenderung memenuhi kebutuhannya dari
apa yang ditawarkan di daerah sekitar mereka. Suasana tersebut akan membuat
permintaan terhadap suatu barang dan jasa meningkat, yang pada akhirnya akan
mendorong masyarakat pencari kerja untuk menjawab permintaan tersebut dengan
membuka berbagai usaha-usaha kecil yang sifatnya informal, dan masyarakat yang
memiliki kesibukan seperti yang bekerja di kantor, akan sangat mudah menerima
barang yang ditawarkan, karena harganya yang lebih murah dibandingkan sektor
formal, walaupun kualitasnya sedikit lebih rendah.
BAB 3 PENUTUP
A.
Simpulan
Dapat
disimpulkan bahwa: (1) Kondisi sektor informal di kota Jayapura sangat
fleksibel dalam menerima tenaga kerja dengan latar belakang yang berbeda-beda
(jenis kelamin, umur, suku, tingkat pendidikan, bahkan modal). Produktivitas
mereka juga sangat tinggi, karena omzet yang dihasilkan oleh seorang pelaku
sektor informal jauh lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. (2) Faktor
yang mempengaruhi tingkat fleksibilitas sektor informal kota Jayapura adalah
sumberdaya manusia dan permintaan, yang berpengaruh negatif, berkebalikan
dengan pengaruhnya terhadap produktivitas. Oleh karena itu, pemerintah
seharusnya memberi perhatian terhadap sektor informal melalui pelatihan,
pengembangan infrastuktur, proyek-proyek padat karya dan juga dengan penegasan
status politik Papua agar menarik investor luar
B.
Saran
Sektor informal sebagai sektor
alternatif bagi para migran cukup memberikan sumbangan bagi pembangunan
perkotaan.
Selain membuka kesempatan kerja,
sektor informal juga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kota. Namun,
pertumbuhan sektor informal yang pesat tanpa mendapat penanganan yang baik dan
terencana akan menimbulkan persoalan bagi kota. Untuk itu, pemerintah kota
harus jeli dalam menangani masalah sektor informal itu. Sehingga, sektor
informal dapat tumbuh dengan subur tanpa mengganggu kepentingan umum, terutama
tidak mengganggu keamanan, ketertiban dan keindahan kota.
Lamba,Arung.2011. Kondisi Sektor Informal
Perkotaan Dalam Perekonomian Jayapura-Papua.(online). Tersedia : fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/9-Arung-Lamba.pdf. (29 Desember 2013)